Senin, 19 Juli 2010

Peranan Wahyu dan Akal dalam Kehidupan

Makhluk ciptaan Allah SWT di alam syahadah ini, seperti apa yang dapat kita amati, dapat digolongkan dalam jenis-jenis: batu-batuan/mineral, tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Allah SWT sebagai ArRabb mengatur alam syahadah dengan hukum-hukumNya untuk mengendalikan berjenis-jenis ciptaanNya itu. Allah sebagai ArRabb (Maha Pengatur) mengendalikan alam semesta dengan hukum-hukumNya yang hingga kini baru dikenal oleh manusia sebagai: medan gravitasi, medan elektromagnet, gaya kuat dan gaya lemah.

Medan gravitasi utamanya mengontrol makrokosmos, mengendalikan bintang-bintang. Ketiga jenis yang lain mengontrol mikrokosmos. Medan elektromagnet mengontrol pasangan proton (bermuatan +) dengan elektron (bermuatan -). Proton-proton dalam inti atom yang saling tolak karena bermuatan sama, "direkat" oleh gaya kuat. Sedangkan gaya lemah menyebabkan inti atom seperti misalnya Thorium dan Uranium tidak stabil menjadi "lapuk" terbelah dengan mengeluarkan sinar radioaktif, sehingga Thorium dan Uranium disebut pula zat radioaktif.

Di samping ke-4 jenis itu hukum Allah mengendalikan pula tumbuh-tumbuhan dengan kekuatan bertumbuh dan berkembang biak; kekuatan bertumbuh itu dapat melawan kekuatan gravitasi yaitu bertumbuh ke atas melawan tarikan gravitasi ke bawah. Adapun pada binatang ditambah pula lagi dengan kekuatan naluri dengan perlengkapan pancaindera. Dengan kekuatan naluri dan perlengkapan pancaindera itu binatang dapat bergerak ke mana saja menurut kemauannya atas dorongan nalurinya.

***

Allah meniupkan ruh ke dalam diri manusia, yang tidak diberikanNya kepada makhluq bumi yang lain. Karena manusia mempunyai ruh, ia mempunyai kekuatan ruhaniyah yaitu akal. Dengan akal itu manusia mempunyai kesadaran akan wujud dirinya. Dengan otak sebagai mekanisme, akal manusia dapat berpikir dan dengan qalbu (hati nurani) sebagai mekanisme akal manusia dapat merasa. Allah menciptakan manusia dalam keadaan, "fiy ahsani taqwiym" (95:4), sebaik-baik kejadian.

Kemampuan akal untuk berpikir dan merasa bertumbuh sesuai dengan pertumbuhan diri manusia. Agar manusia dapat mempergunakan akalnya untuk berpikir dan merasa, ia perlu mendapatkan informasi dan pengalaman hidup. Mutu hasil pemikiran dan renungan akal tergantung pada jumlah, mutu dan jenis informasi yang didapatkannya dan dialaminya. Ilmu eksakta, non-eksakta, ilmu filsafat adalah hasil olah akal dengan mekanisme otak. Kesenian dan ilmu tasawuf adalah hasil olah akal dengan qalbu sebagai mekanisme.

Hasil pemikiran dan renungan anak tammatan SMA lebih bermutu ketimbang hasil pemikiran anak tammatan SD, karena anak tammatan SMA lebih besar jumlah, lebih bermutu dan lebih beragam jenis informasi yang diperolehnya dan pengalaman yang dialaminya. Jadi kemampuan akal manusia itu relatif sifatnya, baik dalam hal evolusi pertumbuhan mekanisme otak dan qalbunya, maupun dalam hal jumlah, mutu dan ragam informasi yang diperolehnya dan dialaminya. Dengan demikian akan relatif juga, baik untuk memikirkan pemecahan masalah, maupun untuk merenung baik buruknya sesuatu.

Oleh karena akal manusia itu terbatas, Allah Yang Maha Pengatur (ArRabb) memberikan pula sumber informasi berupa wahyu yang diturunkan kepada para Rasul yang kemudian disebar luaskan kepada manusia. Nabi Muhammad RasuluLlah SAW adalah nabi dan rasul yang terakhir. Setelah beliau, Allah tidak lagi menurunkan wahyu. Dalam shalat kita minta kepada Allah: Ihdina shShira-tha lMustqiym (1:6), tuntunlah kami ke jalan yang lurus. Maka Allah menjawab: Alif, Lam, Mim. Dza-lika lKita-bu la- Rayba fiyhi Hudan lilMuttaqiyn (s. alBaqarah, 1-2), inilah kitab tak ada keraguan dalamnya penuntun bagi Muttaqiyn (s. Sapi betina, 2:1-2). Al Quran yang tak ada keraguan dalamnya memberikan informasi kepada manusia tentang perkara-perkara yang manusia tidak sanggup mendapatkannya sendiri dengan kekuatan akalnya: 'Allama lInsa-na Ma-lam Ya'lam (s. al'Alaq, 5), (Allah) mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.

Kebenaran mutlak (Al Haqq) tidak mungkin dapat dicapai oleh manusia dengan kekuatan akalnya. Kebenaran mutlak tidak mungkin diperoleh dengan upaya pemikiran mekanisme otak yang berwujud filsafat. Juga kebenaran mutlak tidak dapat dicapai manusia dengan upaya renungan mekanisme qalbu dalam wujud tasawuf. Al Haqq tidak dapat dicapai melalui filsafat ataupun tasawuf. Al Haqqu min rabbikum (s. alKahf, 29), artinya Al Haqq itu dari Rabb kamu (s. Gua 18:29). Alam ghaib juga tidak mungkin diketahui manusia dengan kekuatan akalnya. Filsafat dan tasawuf tidak mungkin dapat menyentuh alam ghaib.

Demikianlah tolok ukur produk pemikiran dan renungan yang berupa filsafat dan tasawuf itu adalah: "Dza-lika lKita-bu la- Rayba fiyhi Hudan lilMuttaqiyn". Filsafat dan tasawuf harus dibingkai oleh Al Quran dan Hadits shahih, sebab kalau tidak demikian, maka filsafat dan tasawuf itu menjadi liar. Sungguh-sungguh suatu keniscayaan, para penganut dan pengamal filsafat dan tasawuf tanpa kendali itu menjadi sesat. Terjadilah fenomena yang naif, lucu, tetapi mengibakan, yaitu antara lain filosof itu berimajinasi tentang pantheisme, sufi itu ber"kasyaf" terbuka hijab, merasa bersatu dengan Allah. Adapun indikator penganut dan pengamal filsafat dan tasawuf tanpa kendali itu, adalah upaya yang sia-sia untuk mempersatukan segala agama. Inilah yang selalu kita mohonkan kepada Allah SAW setiap shalat, agar tidak terperosok ke dalam golongan "Dha-lluwn", kaum sesat.

Hudan lilMuttaqiyn", demikianlah wahyu itu menuntun akal para Muttaqiyn untuk berolah akal, yaitu berpikir/berfilsafat dan merasa/bertasawuf. Akal harus ditempatkan di bawah wahyu dan ilmu filsafat serta ilmu tasawuf harus ditempatkan di bawah iman, singkatnya wahyu di atas akal dan iman di atas ilmu. WaLlahu a'lamu bishshawab.

Ibadah Nabi SAW di Bulan Sya'ban




أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا حَدَّثَتْهُ قَالَتْ : لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا، أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، وَكَانَ يَقُولُ : خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا، وَأَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ، وَإِنْ قَلَّتْ، وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً دَاوَمَ عَلَيْهَا

(صحيح البخاري)

Sungguh berkata Sayyidatina Aisyah ra :
Belum pernah Nabi saw melakukan puasa sunnah pada suatu bulan pun sebanyak puasa sunnah beliau saw dibulan Sya’ban, dan sungguh beliau saw pernah melakukan puasa Sya’ban sebulan penuh, dan beliau saw bersabda : “Beramallah dari amal amal semampu kalian, sungguh Allah swt tidak pernah bosan hingga kalian sendiri yg bosan”, dan shalat sunnah yg paling disukai Nabi saw adalah yg dilakukan dg berkesinambungan walaupun sedikit, dan beliau saw jika melakukan shalat sunnah maka beliau saw mendawamkannya. (Shahih Bukhari)



Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Limpahan Puji Kehadirat Allah Jalla Wa Alaa, Maha Raja langit dan bumi, Maha Menguasai setiap perasaaan dan jiwa. Maha Mengetahui di waktu mendatang, Maha Menentukan kehidupan Hamba – hambaNya sepanjang waktu dan zaman, Maha Mengatur terbit dan terbenamnya matahari dan bulan, Maha Mengatur siang dan malam, Maha Memiliki lautan, hewan dan daratan, dan Maha Mengetahui setiap lintasan pemikiran hamba-Nya, setiap niat dan keinginan hamba-Nya, setiap getaran perasaan hamba yang baik dan buruknya diketahui oleh Allah Jalla Wa Alaa Yang Maha Melihat, Maha Mengetahui setiap rahasia dan setiap rencana baik dan buruknya. Dialah Allah Yang Maha Mensucikan jiwa dari niat – niat yang hina. Semoga jiwaku dan kalian disucikan Allah dari niat – niat yang hina.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Di malam agung ini kembali kita berkumpul di akhir – akhir penghujung bulan Rajab yang diberkahi Allah. Maka mereka yang masih belum termuliakan dengan kemuliaan taubat maka raihlah. Jangan lewatkan bulan Rajab ini, jiwa kita masih belum bertaubat kepada Allah, masih belum meminta kepada Allah untuk dibenahi hal – hal yang hina dalam diri kita dan jadikanlah Rajab ini meninggalkan kita dengan membawa segenap dosa dan kesalahan kita dengan doa dan munajat dan juga perbanyak doa agar dengan lewatnya bulan Rajab ini, lewat pula segala kesulitan dan permasalahan kita dunia dan akhirat. Beruntunglah mereka yang memperbanyak doa dan munajat kehadirat Allah, seraya berdoa “Wahai Rabbiy jangan lewatkan Rajab ini terkecuali Kau jadikan Sya’ban merupakan matahari kebahagiaan bagi kami sepanjang hidup hingga kami wafat hingga kami menghadap-Mu”.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Telah bersabda Sang Nabi saw diriwayatkan oleh Sayyidatuna Aisyah radiyallahu anha sebagaimana hadits yang kita baca “Lam yakunnabiy shallallahu alaihi wa sallam: yashuumu syahran aktsar min sya’ban, wa kana yashuumu sya’ban kullahu” belum pernah Rasul saw puasa sunnah sebanyak puasa di bulan sya’ban dan pernah Rasul itu berpuasa 1 bulan penuh di bulan sya’ban".

Hadirin – hadirat, sampai disini kita membahas terlebih dahulu betapa mulianya bulan sya’ban karena Rasul saw memperbanyak ibadah di bulan sya’ban diantaranya puasa. Dengan memperbanyak puasa di bulan sya’ban itulah, Rasul saw mengajarkan umatnya. Belum pernah beliau memperjuangankan banyak berpuasa sunnah melebihi di bulan sya’ban. Oleh sebab itu hadirin – hadirat, isyarat Ilahiyyah dari perbuatan Sang Nabi saw yang sangat mengetahui letak waktu – waktu mulia dan waktu – waktu yang lebih mulia dari sebagian waktu lainnya. Seraya mengambil waktu – waktu tersebut untuk memperbanyak ibadah yang tentunya telah menjadikan isyarat yang jelas bagi kita bahwa waktu – waktu tersebut sangat dimuliakan Allah.

Jika waktu tersebut sangat dimuliakan Allah, maka disitulah kesempatan bagi kita mengambil kesempatan untuk memperbanyak doa, munajat dan ibadah. Karena disaat – saat yang dimuliakan Allah itu, barangkali kita mendapatkan anugerah yang lebih dari waktu lainnya.
Bulan Sya’ban AlMukarram (Almukarram : yg dimuliakan) menyimpan kemuliaan yang banyak diantaranya adalah turunnya firman Allah “Innallaha wa malaikatahu yushalluuna alannabiy, yaa ayyuhalladzina’amanu shalluu alaihi wa sallimuu tasliimaa” QS. Al-Ahzab:56.) Ayat ini turun di bulan Sya’ban, maka bulan Sya’ban disebut bulan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Karena dibulan Sya’ban inilah Allah menurunkan firman tersebut bagi seluruh mukminin mukminat hingga akhir zaman untuk memperbanyak shalawat kepada Sang Nabi saw.

Hadirin – hadirat, persiapkan kedatangan bulan Sya’ban dengan menyambut anugerah Ilahiyyah yang disiapkan kepada hamba – hambaNya yang mau menerima anugerah dengan memperbanyak shalawat kepada Sayyidina Muhammad Saw. Yang semoga dengan Sya’ban yang padanya kita perbanyak shalawat itu, akan membuka rahasia keberkahan di waktu mendatang dengan kemuliaan dunia dan akhirat. Mukminin – mukminat tiada pernah berhenti berharap kepada Allah.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Dan di bulan Sya’ban itu pula terjadinya perpindahan kiblat dari Masjidil Aqsa menuju Masjidil Haram di Makkah Al Mukarramah. Turunnya ayat Aku telah melihat engkau menginginkan kiblat yang mengarah ke tempat yang lain dari Masjidil Aqsa (wahai Muhammad), maka kami akan menghadapkan kiblatmu ke arah yang engkau inginkan (yaitu Masjidil Haram). Maka Sang Nabi saw mengarahkan kiblatnya menuju Masjidil Haram dan kemudian turun ayat penyempurnanya, “maka hadapkanlah wajahmu ke Masjidil Haram”.(QS Al Baqarah 144) Demikian hadirin – hadirat, Sya’ban merupakan Kesempurnaan Allah Swt, muncul padanya kepada Sayyidina Muhammad Saw yang mana bulan Rajab adalah bulan kemuliaan shalat. Shalat masih berlanjut terus menghadap ke Masjidil Aqsa dan kemudian di bulan Sya’ban, belasan bulan setelah diwajibkannya shalat itu maka dihadapkanlah kiblat itu ke Masjidil Haram sampai saat ini. Dan kejadian itu di bulan Sya’ban.

Dan bulan Sya’ban pula mempunyai kemuliaan agung yaitu malam Nishfu Sya’ban yang di malam itu Allah Swt memuliakan hamba- hambaNya dan disunnahkan padanya memperbanyak doa dan munajat. Sebagaimana dijelaskan oleh Hujjatul Islam Al Imam Syafi’i alaihi rahmatullah bahwa berbeda pendapat ulama tentang malam lailatul qadr, sebagian mengatakan di bulan Ramadhan, sebagian mengatakan di malam nishfu sya’ban. Namun tentunya pendapat yang lebih kuat “lailatul qadr adalah di bulan Ramadhan”. Namun ada juga pendapat yang mengatakn malam nishfu sya’ban mempunyai kemuliaan seperti malam lailatul qadr. Dan di malam nishfu sya’ban pula Allah Swt memberikan kesempatan kepada hamba- hambaNya dengan berganti amal kitab setiap tahunnya. Amal kitab pahalanya dan dosanya yang diganti setiap tahun. Agenda dosa dan pahala itu diganti oleh Allah mulai malam 15 sya’ban dan disitu disunnahkan untuk memperbanyak ibadah.

Muncul pertanyaan kepada saya, tentang amal – amal yang paling baik di malam nishfu sya’ ban? Sebagian para ulama mengajarkan shalat 100 rakaat dan lainnya. Tentunya belum saya temukan ada 1 dalil yang shahih mendukung shalat 100 rakaat di malam nishfu sya’ban. Akan tetapi hal itu terikat kepada sunnahnya memperbanyak ibadah di malam nishfu sya’ban. Maka apakah itu berupa memperbanyak ibadah shalat sunnah, memperbanyak doa, memperbanyak membaca Alqur’an, dan semua itu hal yang baik dilakukan di malam nishfu sya’ban. Malam – malam agung itu telah menanti kita, kemuliaan – kemuliaan itu menanti kita dan kemudian akan datanglah Ramadhan AlMukarram.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Kita teruskan riwayat hadits Sang Nabi saw, Rasul saw bersabda sebagaimana ucapan Sayyidatuna Aisyah radiyallahu anha bahwa Rasul kemudian bersabda “khudzuu minal amal ma tuthiqun” ambillah dari amal pahala itu semampu kalian. Bila mampu 1 bulan penuh berpuasa di bulan sya’ban, berpuasalah. Bila tidak mampu ambillah semampunya, 1 hari, 2 hari, berapa pun semampunya ambillah semampunya hal – hal yang sunnah hingga usia kita dan jasad kita menyaksikan lewatnya hari – hari kita didalam sunnah Muhammad Rasulullah Saw. (lalu keterusan hadits tsb) “Innallaha la yamillu hatta tamilluu” sungguh Allah tiada akan pernah bosan sampai kalian sendiri yang bosan. Maksudnya apa? Kalau kita tidak bosan – bosannya maka hal itu baik. Tetapi Allah Maha Tidak Mungkin bosan.manusia bisa sampai pada sifat bosan, namun Allah tidak ada padanya sifat bosan. Menunjukkan setiap pendosa yang selalu bertaubat, Allah tidak akan bosan menerima taubatnya. Setiap orang yang bersalah memohon maaf kepada Allah, Allah tidak akan bosan memaafkannya. Setiap hamba yang berdoa siang dan malam, Allah tidak akan bosan mendengar doanya. Hamba yang beribadah siang dan malam, Allah tiada akan pernah bosan untuk menerima ibadah hamba-Nya. Manusia memiliki sifat bosan. Akan tetapi hadirin – hadirat, kita berharap kepada Allah agar Allah membenahi kita untuk tidak bosan beribadah, untuk tidak bosan bertaubat, untuk tidak bosan membenahi diri kita dan Rasul saw diriwayatkan oleh Sayyidatuna Aisyah radiyallahu anha bahwa Rasul saw bersabda (kelanjutan hadits tsb) “ahabbusshalat ilannabiy shallallahu alaihi wa sallam ma duwima alaihi” amal yang paling dicintai oleh Sang Nabi saw adalah shalat sunnah yang dikerjakan berkesinambungan. Bahwa Rasul itu kalau melakukan suatu shalat sunnah, tidak lagi meninggalkannya.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Sering bisikan syaitan membisikkan telinga kita untuk tidak banyak beramal. Jangan banyak – banyak beramal, nanti kau tidak bisa mendawamkannya. Sungguh itu bisikan syaitan, kita layaknya mengambil amal yang semampunya, seringannya untuk tidak kita tinggalkan dan boleh menambahkan amal sebanyak – banyaknya di waktu senggang kita, walaupun sering tertinggalkan tapi lebih baik daripada tidak sama sekali. Tetapi ada amal – amal yang sangat ringan, yang selalu kau jaga, yang tidak pernah kau tinggalkan baik dalam keadaan safar atau dalam keadaan di rumah, dalam kesibukkan kerja, dalam keadaan sakit, tetap dikerjakan. Ada yang menjaga shalwat kepada Nabi saw yiatu 100X setiap harinya, shalawat 100X tidak akan makan waktu 10 menit dari 24 jam. Tidak sempat pagi, siang, sore, maghrib, isya, subuh, lewat 1 hari 1 malam, bisa di qadha esoknya.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
“Ahabbusshalat ilannabiy shallallahu alaihi wa sallam ma duwima alaihi” amal yang paling dicintai oleh Sang Nabi saw adalah shalat sunnah yang dikerjakan berkesinambungan. Kita mempunyai waktu 24 jam, lihatlah mana waktu yang paling senggang pada hari – harimu. Saya lebih santai di waktu maghrib, ambil 2 rakaat ba’diyah Isya, saya tidak punya waktu shalat sunnah qabliyah - ba’diyah, shalat fardhu saja curi – curi waktu karena sibuk bekerja, ambil 2 rakaat saja, barangkali qabliyah subuh 2 rakaat atau ba’diyah maghrib 2 rakaat. Waktu yang jelas engkau disitu tidak sibuk, ambil 2 rakaat saja. 2 rakaat dulu jangan ditinggalkan, kalau ada waktu boleh qabliyah dhuhur 4 rakaat, ba’diyah dhuhur 4 rakaat, qabliyah ashar 4 rakaat, maghrib tambah awwabin 6 rakaat, qabliyah isya 4 rakaat, ba’diyah isya 4 rakaat, boleh ditambah tapi punya 1 waktu yang tidak kita tinggalkan dari hal yang sunnah Nabi Muhammad Saw. Yang 2 rakaat jangan tinggalkan, yang lainnya di saat senggang, lakukan atau disaat kita sibuk bisa kita tinggalkan karena hal itu sunnah. Tetapi ada amal – amal yang kita pegang walaupun hal itu ringan tapi itu tidak kita tinggalkan sebagai pencapaian cinta Nabi Muhammad Saw yang pasti padanya kecintaan Allah Swt.

“Wa kana idza shalla shallalah dawama alaiha” Rasul saw itu kalau sudah melakukan 1 shalat sunnah, tidak meninggalkannya. Sebagaimana riwayat Shahih Bukhari, Rasul saw melakukan shalat witir dan tidak pernah meninggalkannya. Dimanapun beliau saw berada bahkan disaat safar beliau melakukan shalat witir di atas kendaraannya. Shalat sunnah itu, kalau kita di dalam perjalanan tidak wajib menghadap kiblat, bisa ke Barat, Timur, kemana saja arahnya kendaraan kita, boleh kita melakukan shalat padanya, bisa berdiri, bisa duduk. Demikian didalam shalat sunnah. Kalau shalat yang fardhu tentunya harus menghadap kiblat.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Demikian ringan dan mudahnya Nabi saw mengajarkan kepada kita, maka kita sudah berada di akhir bulan Rajab untuk membenahi kehidupan dan hari – hari kita sebaik - baiknya, membenahi jiwa kita sebaik – baiknya, mempersiapkan diri masuk ke bulan sya’ban dengan kemuliaan, mempersiapkan diri sampai ke gerbang Ramadhan dengan seindah – indah keadaan.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Allah Swt tiada henti – hentinya memuliakan hamba-Nya dengan kemuliaan yang ia dambakan, kemuliaan di dunia dan kemuliaan akhirat adalah milik Allah. Firman Allah: Allah itu memberikan kewibawaan dan kemuliaan pada yang dikehendakinya dan Allah Maha Mencabutnya dari yang dikehendakinya.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Jangan kita terlalu sedih dengan keadaan diri kita (misalnya) yang dalam kesulitan atau sering kena musibah. Karena musibah itu bukan hanya di dunia, musibah itu bisa saja di alam barzah, musibah bisa di alam akhirat, bisa saja orang banyak kena musibah di dunia tapi di alam barzah, ia bebas dari musibah dan di yaumal qiyamah, ia bebas. Atau sebaliknya, orang yang selalu lancar hidupnya di muka bumi tapi di alam barzah ia banyak terkena musibah atau di yaumal qiyamah banyak terkena musibah dan musibah yang cukup berat adalah pertanyaan atas kenikmatan.

Ketika diriwayatkan Nabiyullah Sulaiman alaihi shallatu wa sallam, ketika sedang melihat kerajaan. Sebagaimana kita ketahui bahwa Nabi Sulaiman ini ditundukkan untuknya hewan, tumbuhan, jin dan juga angin, air ditundukkan untuknya sehingga taatlah kesemuanya pada Nabiyullah Sulaiman alaihi shallatu wa sallam. Ketika ia sedang melihat kerajaannya dari atas langit maka Jibril alaihi shallatu wa sallam mendatangi Nabi Sulaiman alaihi sallam berkata “wahai Sulaiman, kau lihat petani yang sedang bekerja di tengah ladang itu, tanyalah ia”. Maka Nabiyullah Sulaiman diturunkan dan bertanya “wahai petani apa yang ada di hatimu sampai Jibril datang kepadaku memerintahkan untuk bertanya kepadamu apa yang ada di hatimu?”, petani itu berkata “wahai Sulaiman, aku bersyukur kepada Allah atas kenikmatan yang diberikan kepadaku seluas – luasnya”. Nabiyullah Sulaiman berkata “wahai petani kenikmatan seluas- luasnya seperti apa? Kau bekerja dari pagi hingga sore dan kau hanya mendapatkan makanan untuk hari esok dan hari esok lagi kau tidak mempunyai makanan kecuali dengan bekerja lagi, apa yang kau sebut keluasan dan kenikmatan sehingga kau bersyukur kepada Allah? Ceritakan kepadaku kenikmatan yang datang padamu?”. Petani itu berkata “wahai Sulaiman, aku gembira karena hisabku perhitungan nikmatku sedikit, apa yang akan dihisab (dimintai pertanggungan jawab dihadapan Allah) dari kenikmatanku? Cuma alat tani, istri dan anakku, cuma itu saja yang dipertanyakan oleh Allah dan yang harus aku pertanggungjawabkan. Tapi engkau Sulaiman, kau bertanggungjawab mempunyai hak dan kewajiban pada semua hewan, jin, tumbuhan dan seluruh apa yang ditundukkan Allah untukmu". Maka sujudlah Nabi Sulaiman menangis kepada Allah Swt, “Rabbiy beri aku kemudahan dalam pertanggungjawabanku?”. Bergetar Nabi Sulaiman ketika dikatakan “kau akan bertanggungjawab akan kewajibanmu atas hewan, tumbuhan, jin, angin dan semua yang ditundukkan oleh Allah untukmu".

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Oleh sebab itu jangan sampai kita terlalu sedih atau terlalu bingung dan risau akan musibah yang datang di dunia, barangkali itu merupakan kemudahan yang kekal dan abadi di yaumal qiyamah dan jangan pula kita tertipu dengan keadaan yang selalu dalam kenikmatan. Naudzubillah! barangkali di hari esok ia terkena musibah yang sangat berat atau barangkali musibah setelah wafatnya atau musibah di alam barzah.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Kondisi saya malam hari ini masih belum fit, maka kita bermunajat kepada Allah Swt semoga Allah terus mensukseskan daripada dakwah Nabi kita Muhammad Saw. Kita bermunajat kepada Allah dan bersyukur dimana semalam telah sukses acara kita di hadiri lebih dari 50.000 muslimin – muslimat. Semoga Allah Swt terus memberikan kesuksesan bagi kita dengan acara besar di malam nishfu sya’ban yang akan datang. Kita akan buat acara besar – besaran, InsyaAllah dihadiri ratusan ribu muslimin – muslimat dalam doa dan munajat di malam nishfu sya’ban. Kita bermunajat kepada Allah Swt, benahi jiwa kami Rabbiy, terbitkan kebahagiaan dan keberkahan bulan Rajab ini, pastikan kami dalam keluhuran dan tidak keluar dari bulan Rajab terkecuali dalam cahaya pengampunan, tidak keluar dari bulan Rajab ini terkecuali dalam keindahan, keridhoan, kesucian, kemuliaan, keluhuran. Wahai Yang Maha Bercahaya menerangi jiwa dan sanubari kami ini, Wahai Yang Maha Menerangi alam semesta dengan keindahan, wahai Yang Maha Menerangi kehidupan dengan kebahagiaan, kami menyebut Nama-Mu Yang Maha Indah dan Bercahaya Abadi agar Kau terangi hari – hari kami dengan kebahagiaan yang abadi, Kau damaikan jiwa kami dengan Cahaya Keagungan-Mu, Kau sejukkan sanubari kami dengan Cahaya Keindahan-Mu.

Faquuluuu jamii’an (ucapkanlah bersama sama) Ya Allah, Ya Allah..Ya Allah..Ya Allah.. Ya Rahman Ya Rahim
Cukupkan musibah bagi muslimin, pastikan surga untuk seluruh wajah ini Ya Rabb, pastikan kebahagiaan untuk kami semua, Faquuluuu jamii’an (ucapkanlah bersama sama) Laillahailallah Laillahailallah Laillahailallah Muhammadurrasulullah

Kita teruskan acara kita dengan doa bersama mendoakan seluruh muslimin –muslimat agar diberikan keselamtaan oleh Allah Swt dan mereka yang dalam kesulitan, mereka yang dalam musibah dan bencana, semoga Allah Swt menolong mereka dengan kedamaian, dengan keluasan, dengan kebahagiaan, dan dengan penyelesaian. Dan juga kita berdoa agar Allah mengangkat seluruh musibah kita, menyellesaikan segala permasalahan kita, menenangkan sanubari kita, amin allahumma amin.

Washallallahu ala Sayyidina Muhammad Nabiyyil Ummiy wa Shohbihi wa Sallam
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Minggu, 18 Juli 2010

Alfaqir Khudori Yusuf.: Ciri Orang Yang Ikhlas

Alfaqir Khudori Yusuf.: Ciri Orang Yang Ikhlas

Antara Kursi Iman dan Kursi Ilmu

Di dalam diri kita harus disediakan dua kursi, yaitu kursi iman dan kursi ilmu. Kedua kursi itu harus dapat dibedakan, tetapi tidak boleh dipisahkan, karena keduanya merupakan satu sistem. Kedua kursi itu harus dibedakan, oleh karena apabila kita menempatkan sesuatu hal tidak pada kursinya, misalnya suatu hal yang harus didudukkan pada kursi ilmu, tetapi kita dudukkan pada kursi iman, pikiran kita akan beku, tidak berkembang, karena sesuatu yang patut kita pertanyakan, kita tidak berani mempertanyakannya. Sebaliknya, jika sesuatu hal yang seharusnya didudukkan pada kursi iman, tetapi kita dudukkan pada kursi ilmu, maka iman kita akan cacat, karena kita akan mempertanyakan sesuatu, yang sepatutnya kita tidak boleh mempertanyakannya.

Uraian di atas itu berpangkal pada perbedaan sikap dalam beriman dan berilmu. Sikap kita harus skeptik, jika kita menghadapi obyek ilmu. Apakah yang menjadi obyek llmu itu? Yang menjadi obyek ilmu adalah produk akal manusia. Yaitu fakta dan hasil penafsiran manusia terhadap fakta itu, yang lazim disebut dengan teori ataupun hipotesa. Dan apakah fakta itu? Fakta adalah hasil observasi dari sumber informasi yang dapat ditangkap oleh pancaindera secara langsung, maupun secara tidak langsung. Maksudnya dideteksi terlebih dahulu oleh instrumen dalam laboratorium. Skeptik berarti ragu, tidak menolak, tetapi belum menerima, dan sebaliknya tidak menerima, tetapi belum menolak. Sikap ragu itu akan berakhir dengan menerima, atau menolak, tergantung hasil jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut: Betulkah begitu? Apa fakta-fakta yang menguatkan pembuktian itu?

Sebaliknya, kita tidak boleh bersikap skeptik terhadap obyek iman. Terhadap apa yang harus diimani, akal kita tidak boleh bertanya seperti rentetan pertanyaan dalam berilmu di atas itu. Dan apakah obyek iman itu? Obyek iman itu berasal dari sumber informasi berupa wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada para nabi dan rasul. Informasi wahyu ini tentu saja yang otentik berasal dari nabi dan rasul yang menerima wahyu itu. Apakah kriteria sumber informasi wahyu yang otentik itu? Tidak boleh ada penafsiran/interpretasi manusia yang disisipkan ke dalamnya. Tidak boleh ada perubahan kalimat ataupun kata, baik berupa penambahan, atau pengurangan. Harus dalam bahasa asli bangsa dari rasul yang diutus itu. Satu-satunya sumber informasi wahyu yang dapat memenuhi kriteria itu adalah Al Quran. Semua wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW ada dalam Al Quran yang dituliskan oleh para juru tulis Rasulullah. Itulah sebabnya Al Quran (yang dibaca) disebut pula Al Kitab (yang dituliskan). Dan tak ada satupun yang bukan wahyu yang ikut dimasukkan dalam Al Quran. Dan Al Quran itu adalah dalam bahasa Arab yang dipergunakan oleh suku bangsa Quraisy, yaitu suku bangsa di mana Nabi Muhammad SAW tergolong dalam suku itu. Inna anzalnahu Quranan Arabiyyan la'allakum ta'qilun. Sesungguhnya Kami turunkan Al Quran dalam bahasa Arab, mudah-mudahan kamu pergunakan akalmu (S.Yusuf 1). Keadaan Al Quran yang dapat bertahan keotentikannya terhadap zaman, adalah konsekwensi logik bahwa Nabi Muhammad Rasulullah SAW adalah nabi dan rasul yang terakhir, Khatamun Nabiyyien, penutup para nabi.

Telah disebutkan di atas iman dan ilmu harus dibedakan, tetapi tidak boleh dipisahkan. Karena memisahkan iman dengan ilmu akan mengakibatkan pecahnya kepribadian seseorang. Di satu saat ia akan bicara sebagai seorang ilmuwan, di satu saat yang lain akan bicara sebagai seorang yang beriman. Misalnya di satu saat sebagai seorang pakar kebudayaan, akan memasukkan agama ke dalam kebudayaan, artinya agama itu adalah bagian dari kebudayaan, dan di suatu saat yang lain ia bicara sebagai orang beriman lalu mengatakan bahwa agama itu bukan bagian dari kebudayaan, karena agama itu sumbernya dari wahyu Allah SWT. Apabila ia menjumpai adanya pertentangan antara apa yang mesti dia imani dengan yang mesti dia ilmui, dia akan bingung. Salah satu alternatif ini yang akan terjadi, ia akan berhenti menjadi pakar dan akan frusturasi, lalu ia akan beragama secara dogmatik, akalnya beku, yang akan menjerumuskannya ke dalam taklid buta. Atau sebaliknya ia akan memilih ilmunya dan mencapakkan imannya, dan menjadi acuh tak acuh terhadap agamnya, menjadi orang agnostik.

Apabila iman dan ilmu tidak kita pisahkan, kepribadian kita akan menjadi utuh, sehingga kita tidak akan terjerumus ke dalam sikap beragama yang bertaklid buta, dan juga tidak terjerumus ke dalam sikap yang agnostik. Kalau suatu saat kita melihat adanya pertentangan di antara keduanya, kita tambah ilmu untuk mendapatkan informasi yang relevan untuk iman kita. Atau kita tinjau kembali ilmu kita, melakukan reinterpretasi, penafsiran kembali, karena kebenaran ilmiyah itu sifatnya sementara, artinya relatif dalam arti menurut tempat, situasi, waktu dan peralatan ilmu bantu. Untuk contoh di atas, kalau kita sedikit jeli, mengapa terjadi pertentangan, karena ada agama yang berasal dari akar yang historik, maka itu adalah agama kebudayaan, ia termasuk dalam bagian kebudayaan. Ada agama yang berasal dari akar yang non-historik, yaitu wahyu, maka itu adalah agama wahyu, ia bukan bagian dari kebudayaan. Dan ada agama yang sebagian mempunyai akar historis dan sebagian bersumber dari wahyu. Agama jenis ketiga ini, sebagiannya menjadi bagian dari kebudayaan, dan sebagiannya bukan bagian dari kebudayaan.

Di dalam berilmu ada sebuah pendekatan yang dirasa perlu dikemukakan di sini, yaitu pendekatan sistem. Melihat obyek ilmu secara kaffah (totalitas), yang mempunyai fungsi dan trujuan, yang terdiri atas komponen-komponen yang mempunyai kaitan tertentu antara satu dengan yang lain, dan yang kaffah itu melebihi dari sekadar kumpulan komponen-komponen itu semuanya. Pendekatan ini dapat diterapkan dalam obyek iman, oleh karena pendekatan ini tidak akan merusak iman kita, bahkan Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk memegang prinsip kaffah ini, seperti firmanNya dalam S. Al Baqarah, ayat 208: Ya ayyuhalladziena amanu udkhulu fie ssilmi kaffah, artinya: Hai orang-orang beriman, masukilah keselamatan secara kaffah/totalitas.

Maka dengan metode pendekatan sistem ini, dapatlah kita menjadikan iman dan ilmu menjadi satu sistem, dan terlepaslah kita insya Allah, yang pakar dan bukan pakar, dari bahaya pecahnya kepribadian, terhindarlah kita dari alternatif atau beragama yang dogmatik, atau bersikap agnostik, acuh tak acuh mencuekkan agama. WaLlahu a'lamu bishshawab.
by.A.Khudori Yusuf

10 Kiat agar dapat sabar

Ketika sabar diperintahkan Allah kepada kita semua, maka Diapun adakan sebab-sebab yang membantu dan memudahkan seseorang untuk sabar. Demikian juga tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali membantu dan mengadakan sebab-sebab yang memudahkan dan membantu pelaksanaannya sebagaimana Ia tidak mentaqdirkan adanya penyakit kecuali menetapkan obatnya.

Sabar walaupun sulit dan tidak disukai jiwa, apalagi bila disebabkan kelakuan dan tindakan orang lain. Akan tetapi kesabaran harus ada dan diwujudkan. Ada beberapa kiat yang dapat membantu kita dalam bersabar dengan ketiga jenisnya, diantaranya:

  1. Mengetahui tabiat kehidupan dunia dan kesulitan dan kesusahan yang ada disana, sebab manusia memang diciptakan berada dalam susah payah, sebagaimana firman Allah: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (QS. 90:4)
  2. Beriman bahwa dunia seluruhnya adalah milik Allah dan Dia memberinya kepada orang yang Dia sukai dan menahannya dari orang yang disukaiNya juga.
  3. Mengetahui besarnya balasan dan pahala atas kesabaran tersebut. Diantaranya:
    • Mendapatkan pertolongan Allah, sebagaimana firmanNya: Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. 2:249)
    • Mendapatkan sholawat, rahmat dan petunjuk Allah, sebagaimana firmanNya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. 2:155-157)
    • Sabar adalah kunci kesuksesan seorang hamba, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firmanNya: Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung. (QS. 3:200).
  4. Yakin dan percaya akan mendapatkan pemecahan dan kemudahan sebab Allah telah menjadikan dua kemudahan dalam satu kesulitan sebagai rahmat dariNya. Inilah yang difirmankan Allah: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. 94:5-6)
  5. Memohon pertolongan kepada Allah dan berlindung kepadaNya, karena Allah satu-satunya yang dapat memberikan kemudahan dan kesabaran.
  6. Beriman kepada ketetapan dan takdir Allah dengan meyakini semuanya yang terjadi sudah merupakan suratan takdir. Sehingga dapat bersabar menghadapi musibah yang ada.
  7. Ikhlas dan mengharapkan keridhoan Allah dalam bersabar. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya: Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (QS.Al Ra’d 13:22)
  8. Mengetahui kebaikan dan manfaat yang ada dalam perintah dan keburukan yang ada dalam larangan. Ibnul Qayyim menyatakan: Apabila seorang mengetahui kebaikan yang ada pada amalan yang diperintahkan dan akibat buruk dan kejelekan yang ada pada amalan yang dilarang sebagaimana mestinya. Kemudian ditambah dengan tekad kuat dan motivasi tinggi serta harga diri maka insya Allah akan dapat bersabar dan semua kesulitan dan kesusahan menjadi mudah baginya.
  9. Menguatkan factor pendukung agama dalam setiap kali menghadapi perintah, larangan dan musibah yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan empat perkara:
    • Mengagungkan Allah yang maha mendengar dan meilhat. Seorang yang senantiasa ada di hartinya pengagungan terhadap Allah, tentunya dapat bersabar dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Bagaimana Dzat yang maha agung dimaksiati padahal Dia maha melihat dan mendengar?
    • Menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, sehingga ia melaksanakan perintah dan meninggalkan kemaksiatan karen mencintai Allah. Demikian juga akan bersabar atas ujian kekasihnya. Hal ini disebabkan orang yang mencintai tentu akan menaati kekasihnya dan tidak ingin dimurkai serta dapat menahan diri atas semua ujian yang diberikan kepadanya.
    • Menampakkan dan mengingat nikmat dan kebaikan Allah, sebab orang yang mulia tidak akan membalas kebaikan orang lain dengan kejelekan. Oleh karena itu mengingat nikmat dan karunia Allah dapat mencegah seseorang dari bermaksiat karena malu denganNya dan memotivasi melaksanakan perintahNya serta merasa semua musibah yang menimpanya merupakan kebaikan yang Allah karuniakan kepadanya.
    • Mengingat kemarahan, kemurkaan dan balasan Allah, karena Allah akan marah bila hambaNya dan bila murka tidak ada seorangpun yang dapat menahan amarahNya. Sehingga dengan melihat sepuluh kiat dari kiat-kiat bersabar dalam tiga jenis kesabaran ini, mudah-mudahan dapat menjadikan diri kita termasuk orang-orang yang bersabar.

sumber : http://bukhari.or.id/

Ciri Orang Yang Ikhlas

Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri yang bisa dilihat, diantaranya:

1. Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”

Perjalanan waktulah yang akan menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Dengan melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad.

Al-Qur’an telah menjelaskan sifat orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat orang-orang munafik, membuka kedok dan kebusukan orang-orang munafik dengan berbagai macam cirinya. Di antaranya disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 44-45, “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.”

2. Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka. Disebutkan dalam hadits, “Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)

Tujuan yang hendak dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga, mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.

3. Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.

Para dai yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa membangun amal jama’i dalam dakwahnya. Senantiasa menghidupkan syuro dan mengokohkan perangkat dan sistem dakwah. Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan umat Islam, bukan untuk meraih popularitas dan membesarkan diri atau lembaganya semata.

Kategori: articel